Menggarap Potensi Besar di Dunia Maya

REVOLUSI Internet membuat semuanya berubah. Kebiasaan-kebiasaan banyak orang pun di seluruh dunia ikut berubah, termasuk cara mengomsumsi media. Lihat saja keseharian Nukman Luthfie, misalnya.

Bangun tidur di pagi hari, Nukman, Online Strategist dan CEO Virtual Consulting ini langsung menyambar BlackBerry, melihat 140 karakter yang bertebaran di dunia Twitter, menulis kata-kata atau menjawab pertanyaan di jejaring informasi (information networking) tersebut. Setelah itu  aktivitas beralih ke Facebook, dan melakukan aktivitas seperlunya di jejaring sosial terbesar di dunia tersebut. “Seusai itu, baru membaca portal berita seperti detik.com, kompas.com, atau vivanews.com,” katanya.

Sebagai seorang yang memang hidup dan berbisnis di dunia maya, perilaku banyak orang mengonsumsi media memang berubah total sejak media sosial lahir. Berbagai isu bisa dipantau via Twitter dan Facebook. Dengan mengikuti akun Twitter portal berita, orang bisa tahu lebih dekat dengan jenis berita apapun yang mereka pilih. Dengan demikian, mereka lebih “well-informed”.

Koran cetak memang masih dibaca, tapi hanya topik-topik penting dan rubrik-rubrik kegemaran saja. Juga mendengarkan radio, yang bisa diikuti sepanjang perjalanan menuju kantor di mobil. Nonton teve? Masih juga, tapi setelah aktivitas media sosial selesai. Kebiasaan seperti itu bukan hanya milik Nukman tentu saja. Banyak pengguna Internet, yang memakai telepon cerdas, memiliki kemiripan dalam mengonsumsi media.

It’s a Progression Country

“Indonesia saat ini telah menjadi the Republic of the Facebook”, ujar Budi Putra,  mantan wartwan Tempo, yang kini aktif di dunia online.

Tidak salah, perkembangan penggunaan Facebook oleh masyarakat Indonesia sudah mencapai pertumbuhan 645% pada tahun 2008. Prestasi ini menjadikan Indonesia sebagai “the fastest growing country on Facebook in Southeast Asia”. Bahkan, angka ini mengalahkan pertumbuhan pengguna Facebook di China dan India yang merupakan peringkat teratas populasi penduduk di dunia (Sahana, 2008).

Facebook, yang digagas Mark Zuckerberg — seorang mahasiswa “drop out” Universitas Harvard Amerika Serikat, pada Januari 2004, adalah sebuah sarana sosial yang membantu masyarakat untuk berkomunikasi secara lebih efisien dengan teman-teman, keluarga, dan teman sekerja. Perusahaan ini mengembangkan teknologi yang memudahkan dalam sharing informasi melewati social graph, digital mapping kehidupan real hubungan sosial manusia. Siapapun boleh mendaftar di Facebook dan berinteraksi dengan orang-orang yang mereka kenal dalam lingkungan saling percaya.

Daya tarik itulah yang membuat pengguna Facebook terus bertambah bak deret ukur. Data Checkfacebook.com menunjukkan, Indonesia peringkat ke-7 di dunia, bahkan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menambah pengguna Facebook di dunia dengan lebih dari 700.000 pengguna per minggu! Di Indonesia penggunanya kini tercatat lebih 21,5 juta, sedangkan Twitter – media sosial lain yang sedang naik daun, sudah melampuai melebihi 6 juta akun.

Tren pertumbuhan pengguna kedua  media sosial ini masih akan berlanjut.  Apalagi, media sosial – termasuk Kaskus, Multiply dan Plurk – pun kini menjadi bagian kehidupan sehari-hari pengguna Internet Indonesia. Bahkan, karena bisa diakses via perangkat mobile, media sosial kini nyaris seperti “telepon selular” yang selalu berada dalam genggaman konsumen.

Jangan heran, mengais rezeki di internet menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari komunitas informasi. Situs Facebook, Twitter, dan lain-lain menjadi alternatif wadah mengais rezeki di internet. Caranya pun mudah dan gratis. Kita dapat aktif berdiskusi, menawarkan solusi, menempelkan produk di dinding atau catatan di media sosial tersebut.

Selain media sosial asing tersebut, Kaskus juga menarik dicermati, salah satunya adalah forum jual beli di situs tersebut. Menurut Andrew Darwis, salah seorang pendiri Kaskus, peredaran uang di situs pertemanan itu lumayan besar. Seorang penjual kamera digital dapat memutarkan Rp 100 juta per minggu tanpa stok barang! Barang diambil dari distributor saat ada pemesanan.

Kaskus lahir pada 6 November 1999 oleh tiga pemuda asal Indonesia yaitu Andrew Darwis, Ronald, dan Budi, yang sedang melanjutkan studi di Seattle, Amerika Serikat. Situs ini dikelola oleh PT Darta Media Indonesia. Anggotanya, yang berjumlah lebih dari 1,8 juta anggota, tidak hanya berdomisili dari Indonesia namun tersebar juga hingga negara lainnya. Pengguna Kaskus umumnya berasal dari kalangan remaja hingga orang dewasa.

Kaskus, yang merupakan singkatan dari Kasak Kusuk, bermula dari sekadar hobi dari komunitas kecil yang kemudian berkembang hingga saat ini. Kaskus dikunjungi sedikitnya oleh 600 ribu orang, dengan jumlah page view melebihi 15 juta setiap harinya. Hingga saat ini Kaskus sudah mempunyai lebih dari 180 juta posting. Menurut Alexa.com, pada bulan April 2010 Kaskus berada di peringkat 313 dunia dan menduduki peringkat 6 situs yang paling banyak dikunjungi di Indonesia.

Andrew tidak setuju kalau Indonesia disebut sebagai negara berkembang. “Indonesia is a progression country,” ujarnya.

Itu bukan semata-mata ia mengelola situs Kaskus yang menjadi “the 1st loyalists in the world for community”. Tapi faktanya, penduduk Indonesia memang tercatat sebagai salah satu  pengguna Internet terbesar di Indonesia, dengan beberapa parameter: pengguna Facebook-nya nomor ketiga di dunia (berbeda yang diungkap Ono W. Poerbo dengan data beberapa tahun yang lalu), dengan pertumbuhan populasi digitalnya yang mencapai 60%.

Dengan tingkat pertumbuhan dunia online yang luar biasa itulah cara memandang dunia (bisnis) juga lain, antara dulu dan sekarang. Sarana beriklan, misalnya, era 1980-an masih memakai media cetak, TV/sinema, radio, poster/billboard dll, termasuk direct marketing. Tapi kini sarananya makin bertambah dan beragam – termasuk di dunia maya alias Internet yang jangkauannya tidak terbatas oleh yuridiksi negara.

Potensi Besar Bisnis Online

Meski penetrasi Internet di Indonesia masih kecil, bisnis online memiliki potensi besar. Hal ini ditunjang pertumbuhan pengguna Internet di tanah air yang dinilai sejumlah kalangan akan berlangsung pesat.  Data dari Google Ad Planner, ada 35 juta unique user (bisa lebih dari satu user) Indonesia di Internet. Satu unique user bisa lebih dari satu user. “Artinya, pengguna Internet Indonesia sedikitnya 35 juta,” kata Nukman Luthfie dari Virtual Consulting.

Nukman yang sejak 1999 sudah menjadi pembicara di 200 event itu  menambahkan, “Berdasarkan hasil riset terakhir, separuh dari pengguna Internet di Indonesia sudah pernah melakukan transaksi. Sejauh ini, sebagian besar memang baru terbatas pada pembelian e-ticket atau penggunaan jasa e-banking, tapi transaksi jual beli produk juga sudah cukup banyak.”

Itu sebabnya ia percaya bahwa potensi bisnis di dunia maya sangat menjanjikan.  Bisnis online pada garis besarnya terdiri dari dua macam. Yang pertama offline bisnis yang di-online-kan, dalam artian sudah ada produk nyata yang dipasarkan dengan sebuah website. Dan yang kedua, benar-benar bisnis online, yaitu bisnis yang memang 100% dibangun di dunia maya, sebutlah Google, YouTube, Yahoo, Facebook, Twitter, dan masih banyak lagi.

Hal senada juga diyakini oleh Pontus Sonnerstedt, Senior Director Business Development Yahoo South East Asia sekaligus Indonesia Country Lead. “Ada peningkatan dari sisi jumlah pengguna Internet. Hal penting lain adalah seperti juga pasar ponsel, tarif menjadi faktor yang sangat penting bagi pengguna,” kata orang yang bertanggung jawab membesarkan Yahoo di Indonesia, mulai perancangan strategis, penjualan, kemitraan, pemasaran, hinggga pengembangan produknya itu.

Seperti ponsel, dulu masih menjadi barang mahal, tapi sekarang hampir semua orang memakainya. Demikian pula dengan Internet, tidak lama lagi, pasti akan memasyarakat lebih luas lagi. Pontus, yang bekerja untuk Ericsson dan Sony Ericsson Asia Pacific, bahkan yakin bahwa sebagian pengguna internet pun juga mobile.

Bila dibandingkan dengan pasar lain di Asia Tenggara,  demikian Pontus, Indonesia adalah negara yang besar, dan memiliki jumlah pengguna internet yang hampir sama dengan Vietnam atau Filipina. Namun, penetrasi Internet di sini jauh lebih kecil. Padahal Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita Indonesia sebenarnya lebih besar daripada Vietnam. Artinya, dengan turunnya tarif berinternet – ditambah jumlah hotspot gratis makin banyak, tentu pasar Indonesia sangat potensial.

Pontus meyakini, beberapa perusahaan Indonesia adalah pasar terbesar. “Baik itu untuk pasar ponsel, cunsomer good, Indonesia adalah pasar terbesar di wilayah ini,” katanya, seperti dikutip VIVAnews.

Yang jelas, industri online memiliki keunggulan dalam hal kemampuan membidik target, karena dapat mengetahui waktu, tempat, atau usia audiens mereka secara lebih terukur. Sehingga pengiklan untuk situs dan portal, misalnya, bisa berinvestasi secara lebih efisien. Inilah keunikannya, sehingga merupakan peluang bagi pemain online untuk membuktikan diri mereka di kondisi krisis global seperti ini.

Potensi pasar adalah salah satu pertimbangan utama untuk menetukan strategi bisnis, tak terkecuali di dunia maya. Menariknya, potensi pasar yang bisa digarap adalah pasar global, melampuai batas administrasi negara. Yang mesti dilakukan para pebisnis adalah, memfokuskan pada penentuan target pasar agar tepat sasaran.

Yup, berbisnis melalui media online saat ini makin menjadi pilihan, karena modal dan biaya operasionalnya relatif kecil – dengan potensi keuntungan yang besar. Jika Anda belum kenal dengan dunia online sebenarnya tidak perlu berkecil hati, karena online hanya yang medium, yang tentu bisa dipelajari. Sebab, seperti kata konsultan manajemen Richard Branson, “Jika Anda dapat menjalankan sebuah bisnis dengan baik, Anda dapat menjalankan bisnis apa pun dengan baik – termasuk melalui medium apa pun.” **

Teks : Burhanuddin Abe

 

sumber : http://measiamagazine.net/



Back to article list